Asuhan Keperawatan Pada KLien Ny. A Dengan Gangguan Sistem Pencernaan : Post Laparotomy Akibat Kolelitiasis di R VIII RSUD XX

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar
1. Kolelitiasis
a. Pengertian
“ Kolelitiasis (kalkulus/kalkuli, batu empedu) biasanya terbentuk dalam kandung empedu dari unsur-unsur padat yang membentuk cairan empedu ; batu empedu memiliki ukuran, bentuk, dan komposisi yang sangat bervariasi ”. (Brunner & Suddarth, 2002 : 1205)
“ Kolelitiasis, yaitu batu-batu (kalkuli) dibuat oleh kolesterol, kalsium bilirubinat, atau campuran, disebabkan oleh perubahan pada komposisi empedu ”. (Marilynn E. Doenges, ect, 1999 : 521)
“ Cholelithiasis yaitu adanya pembentukan batu dalam kandung empedu ”. (Charlene J. Reeves, ect, 2001 : 150)
Berdasarkan ketiga pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kolelitiasis adalah pembentukan batu dalam kandung empedu, dibuat oleh kolesterol, kalsium bilirubinat, atau campuran yang memiliki ukuran, bentuk, dan komposisi yang bervariasi.



b. Anatomi dan Fisiologi
Kandung empedu adalah sebuah kantong berbentuk terong dan merupakan membrane berotot. Letaknya di dalam sebuah lekukan di bawah lobus kanan hati. Panjangnya 8-12 cm.
Kandung empedu terbagi dalam sebuah fundus, badan, dan leher, serta terdiri atas tiga pembungkus :
1) Di sebelah luar pembungkus serosa peritoneal
2) Di sebelah tengah jaringan berotot tak bergaris
3) Di sebelah dalam membran mukosa, yang bersambung dengan saluran empedu. Membran mukosanya memuat sel epitel silinder yang mengeluarkan sekret musin dan cepat mengabsorpsi air dan elektrolit, tetapi tidak garam empedu atau pigmen, kerena itu empedunya menjadi pekat.


Gambar 1 : Saluran pencernaan
Sumber : AMA's Current Procedural Terminology, Revised 1998 Edition. CPT is a trademark of the American Medical Association. © Copyright 1999 American Medical Association

Gambar 2 : Saluran pencernaan bagian bawah
Sumber : National Digestive Diseases Information Clearinghouse http://www.nddic.nih.gov

Duktus sistikus (saluran empedu) kira-kira 3,5 cm panjangnya. Berjalan dari leher kandung empedu dan bersambung dengan duktus hepatikus (saluran hepatica) sambil membentuk duktus koledokus/duktus komunis biliaris (saluran empedu umum) ke duodenum. Pada banyak orang, duktus koledokus bersatu dengan duktus pankreatikus membentuk ampula Vateri (bagian duktus yang melebar pada tempat menyatu) sebelum bermuara ke duodenum. Bagian terminal dari kedua saluran dan ampula dikelilingi oleh serabut otot sirkular, dikenal sebagai sfingter Oddi.
Fungsi utama kandung empedu adalah menyimpan dan memekatkan empedu (getah empedu). Kandung empedu mampu menyimpan sekitar 45 ml empedu. Empedu hati tidak dapat segera masuk ke duodenum, akan tetapi setelah melewati duktus hepatikus, empedu masuk ke duktus sistikus dan ke kandung empedu. Dalam kandung empedu, pembuluh limfe dan pembuluh darah mengabsorpsi air dan garam-garam anorganik, sehingga empedu dalam kandung empedu kira-kira sepuluh kali lebih pekat daripada empedu hati. Secara berkala kandung empedu mengosongkan isinya ke dalam duodenum melalui kontraksi simultan lapisan ototnya dan relaksasi sfingter Oddi. Rangsang normal kontraksi dan pengosongan kandung empedu adalah masuknya kimus asam dalam duodenum. Adanya lemak dalam makanan merupakan rangsang terkuat untuk menimbulkan kontraksi.
Susunan dan fungsi getah empedu :
1) Getah empedu
Adalah cairan alkali yang disekresi oleh sel hati. Jumlah yang setiap hari dikeluarkan dalam seseorang ialah 500-1000 cm3, sekresinya berjalan terus menerus, tetapi jumlah produksi dipercepat sewaktu pencernaan, khususnya sewaktu pencernaan lemak. Sekitar 80 % dari getah empedu terdiri atas garam empedu, pigmen empedu, kolesterol, musin, dan zat lainnya. Fungsi kholeretik menambah sekresi empedu. Fungsi kholagogi menyebabkan kandung empedu mengosongkan diri.
2) Pigmen empedu
Pigmen ini dibentuk di dalam sistem retikulo-endotelium (khususnya limpa dan sumsum tulang) dari pecahan hemoglobin yang berasal dari sel darah merah yang rusak dan dialirkan ke hati yang kemudian diekskresikan ke dalam empedu. Pigmen ini dihantarkan oleh empedu ke usus halus, beberapa menjadi sterkobilin, yang mewarnai feses dan beberapa diabsorpsi kembali oleh aliran darah dan membuat warna pada urin, yaitu urobilin. Pigmen empedu hanya merupakan bahan ekskresi dan tidak mempunyai pengaruh atas pencernaan.
3) Garam empedu
Bersifat digestif dan memperlancar kerja enzim lipase dalam memecah lemak. Garam empedu juga membantu pengabsorpsian lemak yang telah dicernakan (gliserin dan asam lemak) dengan cara menurunkan tegangan permukaan dan memperbesar daya tembus endothelium yang menutupi vili usus.
c. Klasifikasi
Ada dua tipe utama batu empedu, yaitu batu yang terutama tersusun dari pigmen dan batu yang terutama tersusun dari kolesterol.
1) Batu Pigmen (kalsium bilirubinat)
Kemungkinan akan terbentuk bila pigmen yang tak terkonjugasi dalam empedu mengadakan presipitasi (pengendapan) akibat gangguan metabolisme sehingga terjadi batu.
Batu ini berukuran kecil, warna hitam atau coklat, biasanya bergerombol.

2) Batu Kolesterol
Terjadi akibat gangguan metabolisme kolesterol dan garam empedu dimana terjadi penurunan sintesis asam empedu dan peningkatan sintesis kolesterol dalam hati, keadaan ini mengakibatkan supersaturasi getah empedu oleh kolesterol yang kemudian keluar dari getah empedu, mengendap, dan membentuk batu.
Batu ini berukuran besar, warna kuning pucat, dapat bergerombol atau tunggal.
d. Etiologi
Penyebab yang jelas belum diketahui tetapi beberapa faktor etiologi dapat diidentifikasi :
1) Batu Pigmen
Penyebabnya belum diketahui dengan pasti. Risiko terbentuknya batu semacam ini semakin besar pada pasien sirosis, hemolisis, dan infeksi percabangan bilier, dimana terbentuknya bilirubin yang berlebihan. Batu ini dapat terjadi akibat faktor :
a) Statis
Karena adanya disfungsi sfingter Oddi, striktur, operasi bilier, dan parasit
b) Infeksi saluran empedu
Seperti Escherichia coli, maka kadar enzim ß-glukoronidase yang berasal dari bakteri akan dihidrolisasi menjadi bilirubin bebas dan asam glukoronat. Kemudian kalsium mengikat blirubun menjadi kalsium bilirubinat yang tidak larut.
2) Batu Kolesterol
Para ilmuwan meyakini bahwa batu kolesterol terbentuk ketika empedu terlalu jenuh oleh kolesterol, bilirubin berlebihan, atau kurangnya garam empedu, serta ketika kandung empedu tidak dapat mengosongkan isinya karena suatu alasan tertentu (hipomotilitas kandung empedu)
3) Faktor Lain
a) Obesitas
Obesitas mengurangi pengosongan kandung empedu dan garam empedu sehingga menyebabkan pembentukan batu empedu.
b) Estrogen
Estrogen sebagai akibat kehamilan, penggunaan terapi hormone, pil KB akan meningkatkan kadar kolesterol dalam empedu dan mengurangi gerakan kandung empedu sehingga terjadi pembentukan batu empedu.
c) Suku bangsa
Suku tertentu mempunyai kecenderungan untuk menghasilkan kolesterol tinggi dalam empedu yang menyebabkan pembentukan batu empedu.

d) Jenis Kelamin
Wanita antara usia 20-60 tahun dua kali lebih besar kemungkinan mengalami batu empedu dibandingkan pria.
e) Usia
Mereka yang berusia di atas 60 tahun lebih besar kemungkinan mengalami batu empedu dibandingkan dengan usia lebih muda.
f) Obat penurun kolesterol
Obat yang mengurangi kadar kolesterol dalam darah sebenarnya justru meningkatkan jumlah sekresi kolesterol dalam empedu dan menjadi risiko terbentuknya batu empedu
g) Diabetes
Penderita diabetes cenderung mengalami peningkatan kadar trigliserid yang mempermudah terjadinya batu empedu
h) Kehilangan berat badan cepat
Kehilangan berat badan yang cepat dapat menyebabkan pengeluaran lebih banyak kolesterol oleh hati dan menyebabkan pembentukan batu.
i) Puasa
Puasa menyebabkan gerakan kandung empedu lambat dan menyebabkan empedu menjadi pekat sehingga mempermudah terjadinya batu empedu.

e. Patofisiologi
Ada dua tipe utama batu empedu : batu yang terutama tersusun dari pigmen dan batu yang terutama tersusun dari kolesterol.
Batu pigmen. Batu ini kemungkinan akan terbentuk bila pigmen yang tak terkonjugasi dalam empedu mengadakan presipitasi (pengendapan) sehingga terjadi batu. Risiko terbentuknya batu semacam ini semakin besar pada pasien sirosis, hemolisis, dan infeksi percabangan bilier. Batu ini tidak dapat dilarutkan dan harus dikeluarkan dengan jalan operasi.
Batu kolesterol. Kolesterol yang merupakan unsur normal pembentuk empedu bersifat tidak larut dalam air. Kelarutannya bergantung pada asam-asam empedu dan lesitin (fosfolipid) dalam empedu. Pada pasien yang cenderung menderita batu empedu akan terjadi penurunan sintesis asam empedu dan peningkatan sintesis kolesterol dalam hati, keadaan ini mengakibatkan supersaturasi getah empedu oleh kolesterol yang kemudian keluar dari getah empedu, mengendap dan membentuk batu. Getah empedu yang jenuh oleh kolesterol merupakan predisposisi untuk timbulnya batu empedu.
f. Manifestasi Klinis
Manifestasi yang biasa tampak pada pasien dengan penyakit kolelitiasis antara lain :

1. Rasa nyeri dan kolik bilier
Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu akan mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan menderita panas dan mungkin teraba massa padat pada abdomen. Pasien dapat mengalami kolik bilier disertai nyeri hebat pada abdomen kuadran kanan atas yang menjalar ke punggung atau bahu kanan ; biasanya disertai dengan mual dan muntah. Serangan kolik bilier semacam ini disebabkan oleh kontraksi kandung empedu yang tidak dapat mengalirkan empedu keluar akibat tersumbatnya saluran oleh batu.
2. Iktrerus akibat tersumbatnya duktus koledokus.
Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam duodenum menyebabkan getah empedu yang tidak lagi dibawa ke dalam duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat kulit dan membran mukosa berwarna kuning.
3. Perubahan warna urin dan feses
Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urin berwarna gelap. Feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu akan tampak kelabu.
4. Defisiensi vitamin
Obstruksi aliran empedu mengganggu absorpsi vitamin A, D, E, dan K yang larut dalam lemak.

g. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien kolelitiasis dapat dilakukan dengan intervensi bedah dan non bedah.
1) Non Bedah
a) Penatalaksanaan pendukung dan diit
(1) Mencapai perbaikan dengan istirahat, cairan IV, penghisapan nasogastrik, analgesik, dan antibiotik
(2) Diit segera setelah serangan biasanya cairan rendah lemak.
b) Farmakoterapi
(1) Analgesik seperti meperidin mungkin dibutuhkan ; hindari penggunaan morfin karena dapat meningkatkan spasme sfingter Oddi
(2) Asam senodeoksikolik (chenodiol) adalah efektif dalam menghancurkan batu kolesterol utama
(3) Tindak lanjut jangka panjang dan pemantauan enzim-enzim hepar harus dilakukan.
c) Litotripsi
(1) Litotripsi syok gelombang ekstrakorporeal : Kejutan gelombang berulang yang diarahkan pada batu empedu yang terletak di dalam kandung empedu atau duktus empedu komunis untuk memecahkan batu empedu.
(2) Litotripsi syok gelombang intrakorporeal : batu dapat dipecahkan dengan ultrasound, tembakan laser, atau litotripsi hidrolik yang dipasang melalui endoskopi yang diarahkan pada batu empedu.
2) Bedah
a) Koleksistektomi : kandung empedu diangkat setelah ligasi duktus sistikus dan arteri sistikus.
b) Minikoleksistektomi : kandung empedu diangkat melalui insisi 4 cm
c) Koleksistektomi laparoskopi : dilakukan melalui insisi kecil atau pungsi yang dibuat melalui dinding abdomen dalam umbilicus.
d) Koledokostomi : insisi dilakukan pada duktus koledokus untuk mengeluarkan batu.
e) Kolesistostomi : Kandung empedu dibuka melalui pembedahan, batu serta getah empedu atau cairan drainase yang purulen dikeluarkan.
h. Pemeriksaan Diagnostik
1) Foto abdomen : menyatakan gambaran radiologi (kalsifikasi) batu empedu, kalsifikasi dinding atau pembesaran kandung empedu.
2) Ultrasonografi : mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau duktus koledokus yang mengalami dilatasi
3) Pencitraan radionukleida : mendapatkan gambar kandung empedu dan percabangan bilier
4) Endoskopi Retrograde Kolangio Pankreatografi (ERCP) : memperlihatkan percabangan bilier dengan kanulasi duktus koledokus melalui duodenum
5) Perkutaneus Transhepatik Kolangiografi (PTC) : pembedaan gambaran dengan fluoroskopi antara penyakit kandung empedu dan kanker pancreas (bila ikterik ada)
6) Kolesistogram : menyatakan batu pada sistem empedu
7) CT-Scan : dapat menyatakan kista kandung empedu, dilatasi duktus empedu, dan membedakan antara ikterik obstruksi dan non obstruksi
8) Foto dada : menunjukkan pernapasan yang menyebabkan penyebaran nyeri.
i. Komplikasi
1) Ikterik (kulit, sklera)
2) Nekrosis kandung empedu
3) Obstruksi intestinal
4) Perdarahan
5) Peritonitis bila terjadi ruptur



2. Laparatomy
a. Pengertian
“ A laparatomy is a surgical incision into the abdominal cavity ”. (Health Web Site Advisory Committee http://www.urac.org)
“ Exploratory laparatomy, the surgical exploration of the abdomen, is recommended whwn an abdominal desease from an unknown cause needs to be diagnosed, or when there is an injury to the abdomen (caused by a gunshot wound or stab wound, also known as “blunt trauma”) ”. (Health On the Net Foundation http://www.hon.com)
“ A laparatomy is a large incision made into the abdomen ” (Encyclopedia of Surgery http://www.google.com)
Berdasarkan ketiga pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa laparatomy, disebut juga laparatomy eksplorasi adalah suatu pembedahan pada rongga abdomen yang dilakukan untuk memeriksa nyeri pada abdomen yang belum diketahui penyebabnya atau pada trauma abdomen dan perlu didiagnosa.
b. Tujuan
Peosedur ini dapat direkomendasikan pada pasien yang mengalami nyeri abdomen yang tidak diketahui penyebabnya atau pasien yang mengalami trauma abdomen.
Laparatomy eksplorasi digunakan untuk mengetahui sumber nyeri atau akibat trauma dan perbaikan bila diindikasikan.
c. Indikasi
Indikasi dilakukannya laparotomy diantaranya yaitu :
1) Kanker pada organ abdomen (seperti pada ovarium, kolon, pancreas, atau hati)
2) Peritonitis appendicitis
3) Kolelitiasis, kolesistitis
4) Pankreatitis akut atau kronik
5) Abses retroperitoneal, abdominal, atau pelvis (kantong/benjolan yang infeksi)
6) Divertikulitis (inflamasi kantong usus)
7) Adhesi (perlengketan jaringan pada abdomen)
8) Perforasi usus
9) Kehamilan ektopik (kehamilan di luar uterus)
10) Perdarahan internal
11) Trauma abdomen






d. Patofisiologi
e. Manifestasi Klinis
Manifestasi yang biasa timbul pada pasien post laparatomy diantaranya :
1) Nyeri tekan pada area sekitar insisi pembedahan
2) Dapat terjadi peningkatan respirasi, tekanan darah, dan nadi.
3) Kelemahan
4) Mual, muntah, anoreksia
5) Konstipasi
f. Perawatan Post Operasi
Perawatan post operasi secara umum antara lain :
1) Memantau tanda-tanda vital
2) Mempertahankan volume sirkulasi adekuat
3) Memantau keadaan luka terhadap tanda-tanda infeksi (kemerahan, nyeri sekitar insisi, bengkak), dan keadaan drainase
4) Melakukan perawatan luka secara rutin
5) Meredakan rasa nyeri
6) Memperbaiki status nutrisi secara bertahap
7) Membantu meningkatkan aktivitas secara bertahap
g. Komplikasi
1) Perdarahan
2) Infeksi
3) Kerusakan organ internal
4) Adhesi organ viseral
B. Konsep Keperawatan
Shore menyatakan bahwa asuhan keperawatan adalah faktor penting dalam survival pasien dan dalam aspek-aspek pemeliharaan, rehabilitatif, dan preventif perawatan kesehatan. Untuk sampai pada hal ini, profesi keperawatan telah mengidentifikasi proses pemecahan masalah yang menggabungkan elemen yang paling diinginkan dari seni keperawatan dengan elemen yang paling relevan dari sistem teori, dengan menggunakan metode ilmiah. (Marilynn E. Doenges, ect, 1999 : 6)

“ Proses keperawatan adalah proses yang terdiri dari lima tahap, yaitu pengkajian keperawatan, identifikasi/analisa masalah (diagnosa keperawatan), perencanaan, implementasi, dan evaluasi ”. (Marilynn E. Doenges, ect, 1999 : 2)
Lima tahapan proses keperawatan tersebut, yaitu :
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan tahap pertama dari proses keperawatan, dimana data-data dasar klien dikumpulkan. (Marilynn E. Doenges, ect, 1999 : 14)
Data dasar klien adalah kombinasi data yang dikumpulkan dari wawancara untuk pengambilan riwayat kesehatan klien (metode mendapatkan informasi subjektif dengan berbicara pada klien dan/atau orang terdekat dan mendengarkan respon mereka) ; pemeriksaan fisik (mendapatkan informasi objektif dengan menggunakan tangan) ; dan data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan laboratorium/diagnostik.
Pengkajian keperawatan pada klien post laparatomy meliputi :



a. Biodata
1) Identitas klien
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor register, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, diagnosa medis, tindakan medis.
2) Identitas Penanggungjawab
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, hubungan dengan klien, sumber biaya.
b. Lingkup Masalah Keperawatan
Keluhan utama : klien dengan post laparatomy ditemukan adanya keluhan nyeri pada luka post operasi, mual, muntah, distensi abdomen, badan terasa lemas.
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
Riwayat kesehatan sekarang ditemukan pada saat pengkajian yang dijabarkan dari keluhan utama dengan menggunakan teknik PQRST, yaitu :
a) P (Provokatif atau Paliatif), hal-hal apa yang menyebabkan gejala dan apa saja yang dapat mengurangi atau memperberatnya. Biasanya klien mengeluh nyeri pada daerah luka post operasi. Nyeri bertambah bila klien bergerak atau batuk dan nyeri berkurang bila klien tidak banyak bergerak atau beristirahat dan setelah diberi obat.
b) Q (Quality dan Quantity), yaitu bagaimana gejala dirasakan nampak atau terdengar, den sejauh mana klien merasakan keluhan utamanya. Nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk dengan skala ≥ 5 (0-10) dan biasanya membuat klien kesulitan untuk beraktivitas.
c) R (Regional/area radiasi), yaitu dimana terasa gejala, apakah menyebar? Nyeri dirasakan di area luka post operasi, dapat menjalar ke seluruh daerah abdomen.
d) S (Severity), yaitu identitas dari keluhan utama apakah sampai mengganggu aktivitas atau tidak. Biasanya aktivitas klien terganggu karena kelemahan dan keterbatasan gerak akibat nyeri luka post operasi.
e) T (Timing), yaitu kapan mulai munculnya serangan nyeri dan berapa lama nyeri itu hilang selama periode akut. Nyeri dapat hilang timbul maupun menetap sepanjang hari.
2) Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji apakah klien pernah menderita penyakit sebelumnya dan kapan terjadi. Biasanya klien memiliki riwayat penyakit gastrointestinal.
3) Riwayat kesehatan Keluarga
Kaji apakah ada anggota keluarga yang memiliki penyakit serupa dengan klien, penyakit turunan maupun penyakit kronis. Mungkin ada anggota keluarga yang memiliki riwayat penyakit gastrointestinal.
d. Riwayat Psikologi
Biasanya klien mengalami perubahan emosi sebagai dampak dari tindakan pembedahan seperti cemas.
e. Riwayat Sosial
Kaji hubungan klien dengan keluarga, klien lain, dan tenaga kesehatan. Biasanya klien tetap dapat berhubungan baik dengan lingkungan sekitar.
f. Riwayat Spiritual
Pandangan klien terhadap penyakitnya, dorongan semangat dan keyakinan klien akan kesembuhannya dan secara umum klien berdoa untuk kesembuhannya. Biasanya aktivitas ibadah klien terganggu karena keterbatasan aktivitas akibat kelemahan dan nyeri luka post operasi.
g. Kebiasaan sehari-hari
Perbandingan kebiasaan di rumah dan di rumah sakit, apakah terjadi gangguan atau tidak. Kebiasaan sehari-hari yang perlu dikaji meliputi : makan, minum, eliminasi Buang Air Besar (BAB) dan Buang Air Kecil (BAK), istirahat tidur, personal hygiene, dan ketergantungan. Biasanya klien kesulitan melakukan aktivitas, seperti makan dan minum mengalami penurunan, istirahat tidur sering terganggu, BAB dan BAK mengalami penurunan, personal hygiene kurang terpenuhi.



h. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Kesadaran dapat compos mentis sampai koma tergantung beratnya kondisi penyakit yang dialami, tanda-tanda vital biasanya normal kecuali bila ada komplikasi lebih lanjut, badan tampak lemas.
2) Sistem Pernapasan
Terjadi perubahan pola dan frekuensi pernapasan menjadi lebih cepat akibat nyeri, penurunan ekspansi paru.
3) Sistem Kardiovaskuler
Mungkin ditemukan adanya perdarahan sampai syok, tanda-tanda kelemahan, kelelahan yang ditandai dengan pucat, mukosa bibir kering dan pecah-pecah, tekanan darah dan nadi meningkat.
4) Sistem Pencernaan
Mungkin ditemukan adanya mual, muntah, perut kembung, penurunan bising usus karena puasa, penurunan berat badan, dan konstipasi.
5) Sistem Perkemihan
Jumlah output urin mungkin sedikit karena kehilangan cairan tubuh saat operasi atau karena adanya muntah. Biasanya terpasang kateter.
6) Sistem Persarafan
Dikaji tingkat kesadaran dengan menggunakan GCS dan dikaji semua fungsi nervus kranialis. Biasanya tidak ada kelainan pada sistem persarafan.
7) Sistem Penglihatan
Diperiksa kesimetrisan kedua mata, ada tidaknya sekret/lesi, reflek pupil terhadap cahaya, visus (ketajaman penglihatan). Biasanya tidak ada tanda-tanda penurunan pada sistem penglihatan.
8) Sistem Pendengaran
Amati keadaan telinga, kesimetrisan, ada tidaknya sekret/lesi, ada tidaknya nyeri tekan, uji kemampuan pendengaran dengan tes Rinne, Webber, dan Schwabach. Biasanya tidak ada keluhan pada sistem pendengaran.
9) Sistem Muskuloskeletal
Biasanya ditemukan kelemahan dan keterbatasan gerak akibat nyeri.
10) Sistem Integumen
Adanya luka operasi pada abdomen. Mungkin turgor kulit menurun akibat kurangnya volume cairan.
11) Sistem endokrin
Dikaji riwayat dan gejala-gejala yang berhubungan dengan penyakit endokrin, periksa ada tidaknya pembesaran tiroid dan kelenjar getah bening. Biasanya tidak ada keluhan pada sistem endokrin.
i. Data Penunjang
Pemeriksaan laboratorium :
1) Elektrolit : dapat ditemukan adanya penurunan kadar elektrolit akibat kehilangan cairan berlebihan

2) Hemoglobin : dapat menurun akibat kehilangan darah
3) Leukosit : dapat meningkat jika terjadi infeksi
j. Terapi
Biasanya klien post laparotomy mendapatkan terapi analgetik untuk mengurangi nyeri, antibiotik sebagai anti mikroba, dan antiemetik untuk mengurangi rasa meal.
2. Diagnosa Keperawatan
North American Nursing Diagnosis Association (NANDA) mendefinisikan bahwa diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon individu, keluarga, atau komunitas terhadap masalah kesehatan/proses kehidupan yang aktual dan potensial. Diagnosa keperawatan memberikan dasar pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai hasil yang menjadi tanggung gugat perawat. (Marilynn E. Doenges, ect, 1999: 8)
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien post laparatomy adalah :
a. Inefektif pola napas berhubungan dengan penurunan ekspansi pare, nyerii.
b. Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan berlebihan melalui muntah, diare, penghisap Nasogastrik/ intestinal.
c. Nyeri (akut) berhubungan dengan insisi bedah, distensi abdomen, adanya selang Nasogastrik.
d.. Intoleran aktivitas berhubungan dengan nyeri post operasi, kelemahan sekunder terhadap pembedahan.
e. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasif adanya luka insisi pembedahan dengan kemungkinan kontaminasi.
f. Risiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan atau mengabsorpsi, status puasa.
g. Kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan insisi bedah.
h. Konstipasi berhubungan dengan efek-efek anestesi, manipulasi pembedahan, ketidakaktifan fisik, immobilisasi.
i. Kurang perawatan diri (uraikan) berhubungan dengan kelemahan, kehilangan mobilitas
j. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, prognosis, dam kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang terpapar informasi, kesalahan interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi.
3. Perencanaan/Intervensi Keperawatan
Rencana keperawatan merupakan bukti tertulis dan tahap dua dan tiga proses keperawatan yang mengidentifikasi masalah/kebutuhan klien, tujuan/hasil perawatan, dan intervensi untuk mencapai hasil yang diharapkan dan menangani masalah/kebutuhan klien. (Marilynn E. Doengoes, ect, 1998: 82)

Di bawah ini rencana tindakan keperawatan beserta rasionalnya berdasarkan permasalahan yang muncul.
a. Inefektif pola napas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru, nyeri
1) Definisi
Keadaan dimana seorang individu mengalami kehilangan ventilasi yang aktual dan potensial yang berhubungan dengan perubahan pola pemapasan
2) Batasan karakteristik
a) Mayor.
(1) Perubahan dalam frekuensi atau pola pernapasan
(2) Perubahan pada nadi (frekuensi, irama, kualitas)
b) Minor :
(1) Ortopnea
(2) Takipnea, hiperpnea, hiperventilasi
(3) Pernapasan disritmik
(4) Pernapasan sukar/berhati-hati
3) Kriteria hasil
Klien akan menetapkan pola napas yang normal/efektif dan bebas dari sianosis atau tanda-tanda hipoksia lainnya (takikardi dan/atau bradikardi, meningkatnya pernapasan)

4) Intervensi
No Intervensi Rasional
1 2 3

1


2




3



4



5







6




7
Mandiri
Pertahankan jalan napas klien dengan memiringkan kepala, hiperekstensi rahang
Auskultasi suara napas




Observasi frekuensi dan kedalaman pernapasan


Pantau tanda-tanda vital



Letakkan klien pada posisi yang sesuai, tergantung pada kekuatan pernapasan dan jenis pembedahan




Lakukan penghisapan lendir jika diperlukan


Kolaborasi
Berikan tambahan oksigen sesuai kebutuhan
Mencegah obstruksi jalan napas

Kurangnya suara napas adalah indikasi adanya obstruksi oleh mukus atau lidah dan dapat diatasi dengan mengubah posisi ataupun penghisapan
Memastikan efektifitas pernapasan sehingga upaya memperbaikinya dapat segera dilakukan
Meningkatnya pernapasan, takikardia, dan/atau bradikardi menunjukkan kemungkinan terjadinya hipoksia
Elevasi kepala dan posisi miring akan mencegah terjadinya aspirasi dari muntah, posisi yang benar akan mendorong ventilasi pada lobus paru bagian bawah dan menurunkan tekanan pada diafragma
Obstruksi jalan napas dapat terjadi karena adanya darah atau mukus dalam tenggorok atau trakea

Meningkatkan atau memaksi-malkan pengambilan oksigen yang akan diikat oleh Hb yang menggantikan tempat gas anestesi dan mendorong pengeluaran gas tersebut melalui zat-zat inhalasi

1 2 3

8
Berikan obat-obatan IV seperti Nalokson (Narkan) atau Doksapram (Dopram)
Narkan akan mengubah induksi narkotik yang menekan susunan saraf pusat dan Dopram menstimulasi gerakan otot-otot pernapasan.



b. Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan berlebihan melalui muntah, diare, penghisap Nasogastrik/intesfinal.
1) Definisi
Keadaan dimana individu berisiko mengalami dehidrasi vaskular, interstisial, atau intraselular
2) Batasan karakteristik
a) Mayor :
(1) Ketidakcukupan masukan cairan oral
(2) Ketidakseimbangan antara masukan dan haluaran
(3) Penurunan berat badan
(4) Kulit/membran mukosa kering
b) Minor :
(1) Peningkatan natrium serum
(2) Penurunan haluaran urin atau haluaran urin berlebihan
(3) Urin memekat atau seeing berkernib
(4) Penurunan turgor kulit
(5) Haus/mual/anoreksia
3) Kriteria hasil
Klien akan mempertahankan hidrasi adekuat dengan membran mukosa lembab, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, tenda vital stabil, dan haluaran urin adekuat.
4) Intervensi
No Intervensi Rasional
1 2 3

1






2


3




4



5


6 Mandiri
Pantau tanda-tanda vital, perhatikan peningkatan nadi, tekanan darah, dan takipnea. Periksa balutan dan luka dengan sering selama 24 jam pertama terhadap tanda-tanda merah atau bengkak berlebihan
Palpasi nadi perifer, evaluasi pengisian kapiler, turgor kulit, dan status membran mukosa
Pantau masukan dan haluaran, timbang berat badan setiap hari



Perhatikan adanya distensi abdomen


Observasi / catat kuantitas, jumlah, dan karakter drainase NGT
Pantau suhu
Tanda-tanda awal hemoragi usus dan/atau pembentukan hematoma, yang dapat menye-babkan syok hipovolemik



Memberikan informasi tentang volume sirkulasi umum dan tingkat hidrasi
Indikator langsung dari hidrasi/perfusi organ dlan fungsi dan memberikan pedoman untuk penggantian cairan
Perpindahan cairan dan ruang vaskuler menurunkan volume sirkulasi dan merusak perfusi ginjal
Haluaran cairan berlebihan dapat menyebabkan ketidak-seimbangan elektrolit
Demam rendah umum terjadi


1 2 3





7




8


9




Kolaborasi
Pertahankan patensi penghisap Nasogatrik/usus



Pantau pemeriksaan labora-torium, misal Hb/Ht, elektrolit

Berikan cairan elektrolit sesuai indikasi
selama 24-48 jam pertama dan dapat menambah kehilangan cairan

Meningkatkan dekompresi usus untuk menurunkan distensi/tekanan pada garis jahitan dan menurunkan mtial/muntah
Memberikan informasi tentang hidrasi dan kebutuhan penggantian
Mempertahankan volume sirkulasi dan keseimbangan elektrolit


c. Nyeri (akut) berhubungan dengan insisi bedah, distensi abdomen, adanya selang Nasogastrik.
1) Definisi
Suatu keadaan dimana individu mengalami dan melaporkan adanya ketidaknyamanan berat atau sensasi tak nyaman, berakhir dari satu detik sampai kurang dan enam bulan.
2) Batasan karakteristik
a) Mayor
Komunikasi (verbal stair kode) dari pemberi gambaran nyeri
b) Minor
(1) Perilaku melindungi, protektif
(2) Memfokuskan pada diri sendiri
(3) Penyempitan fokus (perubahan persepsi, menarik diri dari kontak sosial, kerusakan proses pikir)
(4) Perilaku distraksi (merintih, menangis, mondar-mandir, mencari orang lain dan/atau aktivitas, gelisah)
(5) Wajah tampak menahan nyeri (mata tak bersemangat, gerakan terfiksasi atau menyebar, meringis)
(6) Perubahan pada tonus otot (dapat berkisar dari malas sampai kaku)
(7) Respons otonom tidak tampak pada nyeri kronik yang stabil (diaforesis, peruhahan tekanan darah dan nadi, dilatasi pupil, peningkatan atau penurunan frekuensi napas)
3) Kriteria hasil
a) Klien melaporkan nyeri hilang/terkontrol
b) Klien tampak rileks, mampu beristirahat/tidur dengan tepat
4) Intervensi
No Intervensi Rasional
1 2 3

1



2 Mandiri
Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 1-10) dan faktor pemberat / penghilang
Anjurkan klien untuk melaporkan nyeri segera saat mulai
Nyeri insisi bermakna pada fase awal pasca operasi, diperberat oleh gerakan, batuk, distensi abdomen, mual.
Intervensi dini pada kontrol nyeri memudahkan pemulihan otot/jaringan dengan menurun-kan tegangan otot dan memperbaiki sirkulasi
1 2 3
3




4




5

6



7




8
Pantau tanda-tanda vital




Kaji insisi bedah, perhatikan adanya edema



Berikan tindakan kenyamanan, teknik relaksasi
Pertahankan kepatenan selang Nasogastrik/drainase intestinal


Ambulasikan klien sesegera mungkin


Kolaborasi
Berikan analgetik sesuai indikasi Respon autonomik meliputi perubahan pada tekanan darah, nadi, dan pernapasan, yang berhubungan dengan keluhan/ penghilangan nyeri.
Perdarahan pada jaringan, bengkak, inflamasi lokal, atau terjadinya infeksi dapat menyebabkan peningkatan nyeri insisi
Menurunkan tegangan otot, meningkatkan relaksasi
Obstruksi selang dapat me-ningkatkan distensi abdomen yang dapat meningkatkan nyeri
Menurunkan masalah yang terjadi karena immobilisasi, misal tegangan otot, tertahan-nya flatus

Mengontrol/mengurangi nyeri untuk meningkatkan istirahat

d. Intoleran aktivitas berhubugan dengan nyeri post operasi, kelemahan sekunder terhadap pembedahan
1) Definisi
Penurunan kapasitas fisiologis seseorang untuk mempertahankan aktivitas sampai ke tingkat yang diinginkan
2) Batasan Karakteristik
a) Mayor
(1) Perubahan respon fisiologis terhadap aktivitas ; pernapasan (dispnea, hyperpnea, penurunan frekuensi)
(2) Nadi (lemah menurun atau meningkat berlebihan, perubahan irama, gagal untuk kembali ke tingkat aktivitas setelah tiga menit)
(3) Tekanan darah (gagal meningkat dengan aktivitas, diastolik meningkat lebih dari 15 mmHg)
b) Minor
(1) Kelemahan, kelelahan, pucat/sianosis
(2) Kacau mental
(3) Vertigo
3) Kriteria Hasil
Klien akan meningkatkan toleransi terhadap aktivitas, dengan tanda klien mampu beraktivitas secara progresif dan kemampuan melakukan aktivitas
4) Intervensi
No Intervensi Rasional
1 2 3

1

2


3 Mandiri
Kaji kemampuan klien untuk melakukan aktivitas
Beri motivasi klien untuk beraktivitas

Awasi tanda vital sebelum dan setelah aktivitas



Membantu menentukan intervensi

Membantu meningkatkan semangat klien untuk meningkatkan aktivitasnya
Manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa sejumlah oksigen yang adekuat ke jaringan

1 2 3

4



5





6


7



8




9
Beri penjelasan pentingnya mobilisasi dini


Ajarkan dan bantu klien untuk mobilisasi dini, tingkatkan aktivitas secara bertahap, misal bantu klien untuk posisi miring kanan-kiri, duduk, berdiri, dan berjalan
Ubah posisi klien secara perlahan dan pantau terhadap adanya peningkatan rasa nyeri Anjurkan klien untuk menghentikan aktivitas bila palpitasi, keletihan, nyeri yang hebat
Gunakan teknik penghematan energi, misal : duduk pada saat
melakukan aktivitas tertentu

Kolaborasi
Berikan obat analgetik sesuai advice
Meningkatkan pemahaman klien agar mampu beraktivitas sesuai rentang yang dapat ditoleransi
Mobilisasi dini dan pening-katan aktivitas secara bertahap dapat memperbaiki toleransi aktivitas, memperbaiki tonus otot tanpa kelelahan

Membantu klien beraktivitas sesuai rentang yang dapat ditoleransi
Regangan secara tiba-tiba dapat menimbulkan perubahan
fisiologis yang tidak dapat ditoleransi klien
Mendorong klien melakukan banyak aktivitas dengan membatasi penyimpangan energi dan mencegah kelemahan
Membantu mengurangi rasa nyeri


e. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, adanya luka insisi pembedahan dengan kemungkinan kontarninasi.
1) Definisi
Suatu keadaan dimana seorang individu berisiko terserang oleh agen patogenik atau oportunistik (virus, jamur, bakteri, protozoa, atau parasit lain) dare berbagai sumber baik dari dalam maupun dari luar tubuh.

2) Batasan karakteristik
a) Subjektif
(1) Kaji keluhan
(a) Demam terus menerus atau intermitten
(b) Infeksi sebelumnya
(c) Nyeri atau pembengkakan
b) Objektif
(1) Adanya luka (pembedahan, terbakar, invasif, terluka sendiri)
(2) Suhu meningkat
(3) Status nutrisi
3) Kriteria hasil
Klien akan mencapai pemulihan luka tepat waktu ; bebas dari drainase purulen atau eritema dan demam.
4) Intervensi
No Intervensi Rasional
1 2 3
Mandiri
Pantau tanda-tanda vital, perhatikan peningkatan suhu
Observasi penyatuan luka, kateter drainase,
Demam 38,3°C dari awitan tiba-tiba dan disertai dengan menggigil, kelelahan, kelemahan, takipnea, takikardi, dan hipotensi menandakan syok septik. Peningkatan suhu 4-7 hari setelah pembedahan sering menandakan abses luka atau kebocoran cairan dari sisi anastomosis

1 2 3
2


3




4 Observasi penyatuan luka, kateter drainase, adanya inflamasi
Pertahankan perawatan luka aseptik. Pertahankan balutan kering

Kolaborasi
Berikan antibiotik sesuai indikasi Perkembangan infeksi dapat memperlambat pemulihan

Melindungi klien dari kontaminasi silang selama penggantian balutan. Balutan basah menyerap kontaminan eksternal
Diberikan secara proilaktik untuk menurunkan penyebaran dan pertumbuhan organisms penyebab infeksi


f. Risiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan atau mengabsorpsi, status puasa.
1) Definisi
Suatu kondisi dimana individu berada atau mengalami risiko penurunan berat badan karena ketidakadekuatan masukan oral maupun peningkatan kebutuhan metabolisme.
2) Batasan karakteristik
a) Mayor
Seseorang yang dilaporkan mengalami ketidakcukupan masukan oral atau mengalami penurunan berat badan
b) Minor
(1) Berat badan menurun 10-20 % di bawah normal dan tinggi serta kerangka tubuh tidak ideal
(2) Lipatan kulit trisep, lingkar lengan atas dan lingkar otot pertengahan lengan kurang dare 60 % normal
(3) Kelemahan dan nyeri otot
(4) Mudah tersinggung dan bingung
(5) Penurunan albumin serum
(6) Penurunan transferin/kapasitas pengikat zat besi
3) Kriteria hasil
Klien akan mendemonstrasikan pemeliharaan/kemajuan penambahan berat badan yang diinginkan dengan normalisasi nilai laboratorium dan tak ada tanda-tanda malnutrisi
4) lntervensi
No Intervensi Rasional
1 2 3

1





2


3


4
Mandiri
Tinjau faktor-faktor individual yang mempengaruhi kemampuan mencerna/makan makanan, missal status puasa, mual, ileus paralitik setelah selang dilepaskan
Timbang berat badan sesuai indikasi. Catat masukan dan haluaran
Auskultasi bising usus, palpasi abdomen

Identifikasi kesukaan/ketidaksukaan
diit dari klien. Anjurkan pilihan makanan tinggi protein dan vitamin C

Mempengaruhi pilihan inter-vensi




Mengidentifikasi status cairan serta memastikan kebutuhan metabolic
Menentukan kembalinya peristaltik (biasanya dalam 2-4 hari)
Meningkatkan kerja sama klien dengan aturan diit. Protein dan vitamin C adalah kontributor utama untuk pemeliharaan jaringan dan perbaikan.
1 2 3

5


6

7





8 Kolaborasi
Pertahankan patensi selang Nasogastrik

Berikan terapi cairan IV

Berikan antiemetik atau antasida sesuai indikasi




Konsul dengan Alli diit, tim pendukung nutrisi.
Mempertahankan dekompresi
lambung, meningkatkan istirahat/pemulihan usus
Memperbaiki keseimbangan cairan dan elektrolit
Antiemetik mencegah muntah,
antasida menetralkan atau menurunkan pembentukan asam untuk mencegah erosi mukosa dan kemungkinan ulserasi
Bermanfaat dalam menge-valuasi dan memenuhi kebutuhan diit individu



g. Kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan insisi bedah.
1) Definisi
Suatu kondisi dimana, seseorang mengalami atau berada pada kondisi rusaknya jaringan integumen
2) Batasan karakteristik
a) Mayor
(1) Kerusakan pada integumen
(2) Invasi struktur tubuh
b) Minor
(1) Lesi, eritema
(2) Edema
(3) Pruritus

3) Kriteria hasil
Klien mencapai pemulihan luka tepat waktu tanpa komplikasi
4) Intervensi
No Intervensi Rasional
1 2 3

1





2




3


4






5





6



Mandiri
Beri penguatan pada balutan awal/penggantian sesuai indikasi. Gunakan teknik aseptik yang ketat


Secara hati-hati lepaskan perekat (sesuai arah pertumbuhan rambut) dan pembalut pada waktu mengganti
Lakukan perawatan luka secara teratur dengan teknik aseptik
Gunakan sealant/barrier kulit sebelum perekat jika diperlukan. Gunakan perekat yang halus (hipoalergik) untuk membalut luka yang membutuhkan pergantian balutan yang sering
Periksa luka secara teratur, catat karakteristik dan integritas kulit



Kaji jumlah dan karakteristik cairan luka


Melindungi luka dari perlukaan mekanis dan kontaminasi.
Mencegah akumulasi cairan yang dapat menyebabkan ekskoriasi
Mengurangi risiko trauma kulit dan gangguan pada luka



Memfasilitasi penyembuhan luka secara optimal

Menurunkan risiko terjadinya trauma kulit atau abrasi dan memberikan perlindungan tambahan untuk kulit atau jaringan yang halus.


Pengenalan akan adanya kegagalan Proses penyem-buhan luka/berkembangnya komplikasi secara dini dapat mencegah terjadinya kondisi yang lebih serius
Menurunnya cairan menandakan adanya evolusi dari proses penyembuhan, apabila penge-luaran cairan terus menerus atau adanya eksudat yang bau menunjukkan terjadinya kompli-kasi
1 2 3
7



8


9




10 Tekan areal atau insisi abdominal dan dada dengan menggunakan bantal selama batuk atau bergerak
Ingatkan klien untuk tidak menyentuh daerah luka
Kolaborasi
Berikan es pada daerah luka jika dibutuhkan



Berikan antibiotik sesuai indikasi Menetralisasi tekanan pada luka, meminimalkan risiko terjadinya rupture/dehisens

Mencegah kontaminasi luka


Menurunkan pembentukan edema yang mungkin menyebabkan tekanan yang tidak dapat diidentifikasi pada luka
Diberikan secara profilaktik untuk menurunkan penyebaran dan pertumbuhan organisme penyebab infeksi

h. Konstipasi berhubungan dengan efek-efek anestesi, manipulasi pembedahan, ketidakaktifan fisik, immobilisasi
1) Definisi
Suatu keadaan dimana inidividu mengalami atnu berisiko tinggi mengalmi statis usus besar sehingga menimbulkan eliminasi yang jarang dan keras.
2) Batasan karakteristik
a) Mayor
(1) Bentuk feces keras
(2) Defekasi kurang dari tiga kali dalam seminggu
b) Minor
(1) Penurunan bising usus
(2) Keluhan rektal penuh
(3) Keluhan tekanan pada rectum
(4) Mengejan dan nyeri waktu defekasi
(5) Perasaan pengosongan yang tidak adekuat
3) Kriteria hasil
Klien menunjukkan pola eliminasi (defekasi) yang adekuat
4) Intervensi
No Intervensi Rasional
1 2 3


1

2




3




4
Mandiri
Auskultasi bising usus

Anjurkan klien meningkatkan aktivitas



Tingkatkan faktor-faktor yang membantu memperbaiki pola eliminasi (diit tinggi serat, masukan cairan yang adekuat)
Kolaborasi
Berikan pelunak feses, suposituria gliserin sesuai indikasi


Adanya bising usus menunjuk-kan kembalinya peristaltik Aktivitas mempengaruhi eliminasi usus dengan memperbaiki tonus otot abdomen dan merangsang nafsu makan serta peristaltic
Serat membantu merangsang peristaltik. Masukan cairan yang adekuat diperlukan untuk meningkatkan konsistensi feses
Mungkin perlu untuk merangsang peristaltik dengan perlahan/evakuasi feses




i. Kurang perawatan diri (uraikan) berhubungan dengan kelemahan, kehilangan mobilitas
1) Definisi
Keadaan dimana individu mengalami kerusakan fungsi motorik atau fungsi kognitif menyebabkan penurunan kemampuan dalam melakukan setiap aktivitas perawatan diri
2) Batasan karakteristik
a) Mayor
(1) Tidak mampu makan sendiri
(2) Tidak marnpu mandi sendiri (termasuk menggosok gigi, menggunting kuku, mengikat rambut, dan memakai kosmetik)
(3) Tidak mampu memakai baju sendiri
(4) Tidak mampu melakukan toileting sendiri
(5) Tidak mampu memakai peralatan sendiri
3) Kriteria hasil
Klien mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai kemampuan fisiknya.

4) lntervensi
No Intervensi Rasional
1 2 3

1


2




3


4 Mandiri
Kaji kemampuan saat ini dan hambatan untuk partisipasi dalam perawatan
Ikutsertakan Mien dalam formulasi rencana perawatan pada tingkat kemampuan


Dorong perawatan diri, bekerja dengan kemampuan yang sekarang
Berikan perawatan fisik sesuai kebutuhan
Mengidentifikasi kebutuhan intervensi yang diperlukan

Meningkatkan perasaan kontrol dan meningkatkan kerja sama dan perkembangan kemandirian

Melakukan untuk dirinya sendiri akan meningkatkan perasaan harga diri.
Perawatan dasar penting untuk mempertahankan hygiene yang baik saat klien tidak dapat melakukannya sendiri


j. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan
1) Definisi
Suatu kondisi dimana individu atau kelompok mengalami kekurangan pengetahuan kognitif atau keterampilan psikomotor mengenai suatu keadaan dan rencana tindakan pengobatan.
2) Batasan karakteristik
a) Mayor
(1) Menyatakan kurang pengetahuan atau keterampilan/meminta informasi.
(2) Mengekspresikan persepsi yang tidak akurat terhadap kondisi kesehatannya.
(3) Menampilkan secara tidak tepat perilaku sehat yang diinginkan atau yang sudah ditentukan.
b) Minor
(1) Kurang integrasi rencana tindakan ke dalam kegiatan sehari-hari
(2) Menunjukkan atau mengekspresikan gangguan psikologis, misal cemas, depresi yang diakibatkan oleh salahnya informasi atau kurang informasi
3) Kriteria hasil
Klien mengungkapkan pemahaman proses penyakit dan perawatan yang dianjurkan serta berpartisipasi dalam program pengobatan
4) Intervensi
No Intervensi Rasional
1 2 3

1



2


3 Mandiri
Tinjau ulang prosedur dan harapan pasca operasi


Diskusikan pentingnya masu-kan cairan adekuat, kebutuhan diit
Demonstrasikan perawatan luka/mengganti balutan yang tepat

Memberikan dasar pengeta-huan dimana klien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi
Meningkatkan penyembuhan dan narmalisasi fungsi usus

Meningkatkan penyembuhan, menurunkan resiko infeksi, memberikan kesempatan untuk
mengobservasi pemulihan luka
1 2 3

4

Identifikasi gejala-gejala yang memerlukan evaluasi medis, seperti demam menetap, bengkak, eritema, atau terbukanya tepi luka
Tinjau ulang pembatasan aktivitas, misal tidak mengangkat benda berat selama 6-8 minggu, meng-hindari latihan/olahraga keras
Anjurkan peningkatan aktivitas bertahap sesuai toleransi dan keseimbangan dengan periode istirahat yang adekuat
Pengenalan dini dari komplikasi dan intervensi segera dapat mencegah progresi situasi serius

Menurunkan resiko regangan/ trauma insisi, pembentukan hernia


Mencegah kelelahan, merang-sang sirkulasi dan normalisasi fungsi organ, meningkatkan penyembuhan


4. Implementasi
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan dimana rencana perawatan dilaksanakan ; melaksanakan intervensi/aktivitas yang telah ditentukan. (Marilynn E. Doenges, ect, 1998 : 105)
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dan proses keperawatan. Proses kontinyu yang penting untuk menjamin kualitas dan ketepatan perawatan yang diberikan, dilakukan dengan meninjau respons klien untuk menentukan keefektifan rencana perawatan dalam memenuhi kebutuhan klien. (Marilynn E. Doenges, ect, 1998 : 119).

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Terimakasih untuk artikelnya, informasi yang bermanfaat.

http://obattraditional.com/obat-tradisional-batu-empedu/

Posting Komentar