Asuhan Keperawatan Pada Klien Ny. A Dengan Gangguan Sistem Pencernaan : Post Appendiktomi Akibat Appendisitis Di R VIII RSUD XX

BAB II
TINJAUAN TEORITIS


A. Konsep Dasar Appendicitis
1. Pengertian
“Appendicitis adalah Appendiks yang mengalami obstruksi dan rentan terhadap infeksi” (Brunner & Suddarth, 1995 : 45 ).
“Appendicitis as an accute inflamation of the veriform appendix. It is a common disorder, with a peak incedence between age 20 and 40” (France Monahan Donavan, 1998 : 1063 ).
“Appendicitis mengacu pada radang appendiks, suatu tambahan seperti kantung yang tidak berfungsi terletak pada bagian inferior dari seikum” ( Barbara Engram, 1998:215).
Berdasarkan tiga pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa appendicitis adalah peradangan pada appendiks yang biasanya terjadi pada usia 20 sampai 40 tahun.
2. Jenis –jenis Appendicitis
a. Appendicitis Akut
Apendicitis akut adalah jenis appendicitis yang paling sering memerlukan pembedahan dan paling sering menimbulkan kesukaran dalam memastikan diagnosanya, karena banyak kelainan menunjukkan tanda –tanda seperti appendicitis akut. Terdapat tiga jenis appendicitis akut, yaitu :

1) Appendicitis akut fokalis (segmentalis)
Peradangan biasanya terjadi pada bagian distal yang berisi nanah. Dari luar tidak terlihat adanya kelianan, kadang hanya hiperemi ringan pada mukosa, sedangkan radang hanya terbatas pada mukosa.
2) Appendicitis akut purulenta (supuratif)
Disertai pembentukan nanah yang berlebihan. Jika radangnya lebih mengeras, dapat terjadi nekrosis dan pembusukan disebut appendicitis gangrenosa.
3) Appendicitis akut
Dapat disebabkan oleh trauma, misalnya pada kecelakaan atau operasi, tetapi tanpa lapisan eksudat dalam rongga maupun permukaan appendiks.
b. Appendicitis kronis
Gejala umumnya samar dan lebih jarang. Appendicitis akut jika tidak mendapat pengobatan dan sembuh dapat menjadi appendicitis kronis. Terdapat dua jenis appendicitis, yaitu :
1) Appendicitis kronik focalis
Peradangan masih bersifat lokal, yaitu fibrosis jaringan submukosa. Gejala klinis pada umumnya tidak tampak.

2) Appendicitis kronis obliteratif
Terjadi fibrosis yang luas sepanjang appendiks pada jarigan mukosa, hingga terjadi obliterasi (hilangnya lumen), terutama pada bagian distal dengan menghilangnya selaput lendir pada bagian itu.
3. Anatomi dan Fisiologi
Appendiks adalah bagian dari usus besar yang muncul seperti corong pada akhir seikum mempunyai pintu keluar yang sempit tapi masih memungkinkan dapat dilewati oleh beberapa isi usus. Appendiks tergantung menyilang pada linea terminalis masuk ke dalam rongga pelvis minor terletak horizontal di belakang seikum. Sebagai suatu organ pertahanan terhadap infeksi kadang appendiks bereaksi secara hebat dan hiperaktif yang dapat menimbulkan perforasi dindingnya ke dalam rongga abdomen. (Syaifuddin, 1997: 80).
Panjang appendiks lajimnya adalah delapan sampai sepuluh centi meter pada orang dewasa. Terdapat dua lapisan otot di dalam dinding appendiks, yaitu lapisan dalam (sirkularis) merupakan penerusan otot seikum yang sama dan lapisan luar (longitudalis) dari penyatuan tiga tenia seikum





Tabel 1
Anatomi Appendiks yang Mengalami Peradangan


4. Etiologi
Penyebab utama appendiks adalah obstruksi atau penyumbatan yang dapat disebabkan oleh :
a. Fecalith ( massa fecal yang keras )
b. Benda asing
c. Tumor
d. Stenosis
e. Perlekatan
f. Spasme otot spinchter antara perbatasan appendiks dan seikum
g. Hiperflasia jaringan limfoid yang biasa terjadi pada anak-anak
h. Bendungan appendiks oleh adhesi
Penyebab lain appendicitis adalah infeksi yang disebabkan oleh kuman – kuman seperti Escherichia coli (80%), Streptokokus tapi kuman yang lain jarang terjadi.
5. Patofisiologi
Apendiks dapat mengalami peradangan, karena adanya oklusi, kemungkinan oleh fecalith ( massa fecal yang keras ), tumor atau oleh benda asing. Proses inflamasi ini dapat meningkatkan tekanan intra abdomen yang dapat mengakibatkan kolapsnya pembuluh darah dinding appendiks. Hal in akan mengakibatkan terjadinya invasi bakteri local, seperti ; E. coli, Enterococci, dan lain –lain.
Setelah itu akan terjadi neutrofilic eksudasi yang melapisi dinding appendiks, terjadi kongesti pembuluh darah dinding subserosal, dan mukosa appendiks akan menjadi granulasi kemerahan. Kemudian terjadi peningkatan neutrofilic eksudasi, eksudat supuratif ini akan menutupi mukosa appendiks, terbentuk abses dan ulserasi pada mukosa appediks yang dapat meningkatkan perkembangan area nekrotik pada mukosa appendiks. Jika tidak terdeteksi dan diobati kan berkembang jadi hemorrhagic ulserasi yang meluas pada mukosa appendiks. Pada akhirnya akan terjadi nekrosis gangrenosa pada dinding appendiks dan terjadilah ruptur appendiks.

6. Manifestasi Klinis
a. Gejala utama pada appendicitis adalah nyeri perut yang disebabkan oleh obstruksi appendiks, karena itu sifatnya sama seperti pada obstruksi usus. Pada mulanya nyeri dirasakan samar disertai ketidaknyamanan pada area epigastric atau area preumbilikal. Setelah empat jam intensitasnya meningkat jadi kolik dan terlokalisasi di kuadran kanan bawah. Bila penderita flatus dan buang air besar rasa sakitnya berkurang. Jika appendiks ruptur akan terjadi peritonitis yang disertai nyeri lokal di kuadran kanan bawah di titik Mc. Burney ( titik pertengahan antara umbilikus dan spina iliaka anterior superior ) menandakan iritasi peritonium. Nyeri perut berubah menjadi tajam dan terus –menerus. Setiap gerakan yang menyebabkan daerah itu bergerak atau teregang akan menimbulkan nyeri. Bila terjadi perforasi untuk sementara rasa sakit menghilang, tetapi kemudian muncul dengan rasa sakit yang hebat di seluruh perut karena peritonitis umum.
b. Annoreksia hampir selalu ada dan muntah merupakan hal yang khas. Muntah terjadi setelah rasa sakit, pada mulanya hilang timbul secara reflektoris.
c. Konstipasi biasa terjadi pada anak –anak, pada penderita dengan appendiks di dekat rektum biasa terjadi diare.
d. Demam yang tidak terlalu tinggi, tetapi menjadi hiperpireksi bila terjadi perforasi.
e. Kekakuan otot rektus
f. Leukositosis (kebih dari 12.000/mm3) dengan peningkatan jumlah neutrofil sampai 75%.
7. Penatalaksanaan
a. Antibiotik dan pemberian cairan parenteral, untuk mengatasi atau mencegah ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
b. Analgetik diberikan setelah diagnosa appendicitis ditegakkan, tidak diberikan sebelum penegakan diagnosa karena dapat menutupi tanda dan gejala untuk diagnosa diferensial.
c. Tidak diberikan enema karena dapat menyebabkan stimulasi iritasi peristaltik pada area inflamasi yang dapat meningkatkan perforasi.
d. Appendiktomi, suatu operasi pengangkatan appendiks yang mengalami peradangan. Hal ini dilakukan untuk mencegah perforasi. Appendiks diangkat melalui insisi abdomen kuadran kanan bawah yang diawali dengan anastesi umum atau spinal.
8. Komplikasi
a. Perforasi appendiks (paling umum) yang berkembang menjadi peritonitis
b. Ileus paralitik
c. Trombosis vena portal
d. Septicemia


B. Konsep Dasar Appendiktomi
1. Pengertian
Appendiktomi adalah prosedur pengangkatan appendiks yang mengalami peradangan dilaksanakan di bawah anastesi umum atau spinal. Persiapan pra operasi biasanya minimal, yakni pemberian premedikasi dan persiapan kulit abdomen, sama halnya dengan operasi lainnya misal pengaturan diet dan cairan. Insisi dibuat pada abdomen kanan bawah dimana appendiks terdapat, appendiks diklem kemudian diangkat, bekas potongan dijahit dan ditutup kembali. Lapisan –lapisan kulit diperbaiki dan kulit dijahit. Drainage luka biasanya tidak diperlukan. Luka sembuh dengan cepat tanpa menimbulkan kelemahan otot. Aktivitas penuh dapat dilakukan setelah empat sampai lima minggu. Jahitan dilepas pada hari kelima sampai tujuh, pemulangan dilakukan pada hari ke empat sampai tujuh jika tidak ada komplikasi yang timbul. ( Moira Atree & Jane Merchant, 1996 :11 ).














2. Patoflow





















3. Manifestasi Post Appendiktomi
a. Nyeri pada area luka operasi yang kemungkinan dapat menghambat aktivitas disertai kekakuan pada abdomen dan paha kanan.
b. Mual dan muntah.
c. Keterbatasan dalam melakukan aktivitas perawatan diri.
d. Dehidrasi karena adanya pembatasan masukan oral pada periode pertama post operasi.
e. Konstipasi, karena adanya pengaruh anastesi pada fungsi pencernaan.
f. Ketidaktahuan klien dalam pemulihan pasca operasi.
4. Komplikasi Post Appendiktomi
Potensial komplikasi setelah appendiktomi antara lain :
a. Peritonitis
b. Abses pelvis (lumbal)
c. Abses subfrenik (abses di bawah diafragma)
d. Ileus (paralitik dan mekanik)
5. Perawatan Post Operatif
a. membuat pengkajian post operatif seperti biasanya
b. mengukur tanda vital
c. mengukur intake dan output
d. memantau kesempurnaan drainage


e. memantau nyeri
f. memantau respirasi dan bersihan jalan napas
g. mengkaji bising usus dan toleransi klien terhadap imtake oral

B. Proses Keperawatan
Menurut Shore yang dikutip oleh Doengoes, proses keperawatan merupakan suatu proses penggabungan unsur dari kiat keperawatan yang paling diperlukan dengan unsus –unsur teori sistenm yang relevan dengan menggunakan metode ilmiah. Proses ini memasukkan pendekatan interprsonal atau interaksi dengan proses pemecahan masalah dan proses pengambilan keputusan. Proses keperawatan ini terdiri dari lima tahap, yaitu : pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi.
Lima tahapan proses keperawatan, yaitu :
1. Pengkajian
Pengkajian adalah proses dimana data yang berhubungan dengan klien dikumpulkan secara sistematis. Proses ini merupakan proses yang dinamis dan terorganisir yang meliputi tiga aktivitas dasar, yaitu mengumpulkan secara sistematis, menyortir dan mengatur data yang dikumpulkan serta mendokumentasikan data dalam format yang bisa dibuka kembali.
Pengkajian digunakan untuk mengenali dan mengidentifikasi masalah dan kebutuhan kesehatan klien serta keperawatan klien baik fisik, mental, sosial dan lingkungan. Pengkajian ini berisi :
a. Identitas
1) Identitas klien post appendiktomi yang menjadi dasar pengkajian meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama, alamat, diagnosa medis, tindakan medis, nomor rekam medis, tanggal masuk, tanggal operasi dan tanggal pengkajian.
2) Identitas penganggung jawab meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama, alamat, hubungan dengan klien dan sumber biaya.
b. Lingkup Masalah Keperawatan
Berisi keluhan utama klien saat dikaji, klien post appendiktomi biasanya mengeluh nyeri pada luka operasi dan keterbatasan aktivitas
c. Riwayat Penyakit
1) Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat penyakit sekarang ditemukan saat pengkajian, yang diuraikan dari mulai masuk tempat perawatan sampai dilakukan pengkajian. Keluhan sekarang dikaji dengan menggunakan PQRST (paliatif and provokatif, quality and quantity, region and radiasi, severity scale dan timing). Klien yang telah menjalani operasi appendiktomi pada umumnya mengeluh nyeri pada luka operasi yang akan bertambah saat digerakkan atau ditekan dan umumnya berkurang setelah diberi obat dan diistirahatkan. Nyeri dirasakan sperti ditusuk –tusuk dengan skala nyeri lebih dari lima (0-10). Nyeri akan terlokalisasi di area operasi dapat pula menyebar di seluruh abdomen dan paha kanan dan umumnya menetap sepanjang hari. Nyeri mungkin dapat mngganggu aktivitas sesuai rentang toleransi masing –masing klien.
2) Riwayat Kesehatan Dahulu
Berisi pengalaman penyakit sebelumnya, apakah memberi pengaruh pada penyakit yang diderita sekarang serta apakah pernah mengalami pembedahan sebelumnya.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Perlu diketahui apakah ada anggota keluarga lainnya yang menderita sakit yang sama seperti klien, dikaji pula mengenai adanya penyakit keturunan atau menular dalam keluarga.
d. Riwayat Psikologis
Secara umum klien dengan post appendicitis tidak mengalami penyimpangan dalam fungsi psikologis. Namun demikian tetap perlu dilakukan mengenai kelima konsep diri klien (citra tubuh, identitas diri, fungsi peran, ideal diri dan harga diri.
e. Riwayat Sosial
Klien dengan post appendiktomi tidak mengalami gangguan dalam hubungan social dengan orang lain, akan tetapi tetap harus dibandingkan hubungan social klien antara sebelum dan setelah menjalani operasi.

f. Riwayat Spiritual
Pada umumnya klien yang menjalani perawatan akan mengalami keterbatasan dalam aktivitas begitu pula dalam kegiatan ibadah. Perlu dikaji keyakinan klien terhadap keadaan sakit dan motivasi untuk kesembuhannya.
g. Kebiasaan Sehari –hari
Klien yang menjalani operasi pengangkatan appendiks pada umumnya mengalami kesulitan dalam beraktvitas karena nyeri yang akut dan kelemahan. Klien dapat mengalami gangguan dalam perawatan diri ( mandi, gosok gigi, keramas dan gunting kuku ), karena adaanya toleransi aktivitas yang mengalami gangguan.
Klien akan mengalami pembatasan masukan oral sampai fungsi pencernaan kembali ke dalam rentang normalnya. Kemungkinan klien akan mengalami mual muntah dan konstipasi pada periode awal post operasi karena pengaruh anastesi. Intake oral dapat mulai diberikan setelah fungsi pencernaan kembali ke dalam rentang normalnya. Klien juga dapat mengalami penurunan haluaran urine karena adanya pembatasan masukan oral. Haluaran urine akan berangsur normal setelah peningkatan masukan oral. Pola istirahat klien dapat terganggu ataupu tidak terganggu, tergantung toleransi klien terhadap nyeri yang dirasakan.


h. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik ini mencakup :
1) Keadaan Umum
Klien post appendiktomi mencapai kesadaran penuh setelah beberapa jam kembali dari meja operasi, penampilan menunjukkan keadaan sakit ringan sampai berat tergantung pada periode akut rasa nyeri. Tanda vital pada umumnya stabil kecuali akan mengalami ketidakstabilan pada klien yang mengalami perforasi appendiks.
2) Sistem Pernapasan
Klien post appendiktomi akan mengalai penurunan atau peningkatan frekuensi napas (takipneu) serta pernapasan dangkal, sesuai rentang yang dapat ditoleransi oleh klien.
3) Sistem Kardiovaskuler
Umumnya klien mengalami takikardi ( sebagai respon terhadap stres dan hipovolemia), mengalami hipertensi (sebagai respon terhadap nyeri), hipotensi (kelemahan dan tirah baring). Pengisian kapiler biasanya normal, dikaji pula keadaan konjunctiva, adanya sianosis dan, auskultasi bunyi jantung.
4) Sistem Pencernaan
Adanya nyeri pada luka operasi di abdomen kanan bawah saat dipalpasi. Klien post appendiktomi biasanya mengeluh mual muntah, konstipasi pada awitan awal post operasi dan penurunan bising usus. Akan tampak adanya luka operasi di abdomen kanan bawah bekas sayatan operasi.
5) Sistem Perkemihan
Awal post operasi klien akan mengalami penurunan jumlah output urine, hal ini terjadi karena adanya pembatasan intak oral selama periode awal post appendiktomi. Output urine akan berangsur normal seiring dengan peningkatan intake oral.
6) Sistem Muskuloskeletal
Secara umum, klien dapat mengalami kelemahan karena tirah baring post operasi dan kekakuan . Kekuatan otot berangsur membaik seiring dengan peningkatan toleransi aktivitas.
7) Sistem Integumen
Akan tampak adanya luka operasi di abdomen kanan bawah karena insisi bedah disertai kemerahan (biasanya pada awitan awal). Turgor kulit akan membaik seiring dengan peningkatan intake oral.
8) Sistem Persarafan
Umumnya klien dengan post appendiktomi tidak mengalami penyimpangan dalam fungsi persarafan. Pengkajian fungsi persafan meliputi : tingkat kesadaran, saraf kranial dan refleks.
9) Sistem Pendengaran
Pengkajian yang dilakukan meliputi : bentuk dan kesimetrisan telinga, ada tidaknya peradangan dan fungsi pendengaran.
10) Sistem Endokrin
Umumnya klien post appendiktomi tidak mengalami kelainan fungsi endrokin. Akan tetapi tetap perlu dikaji keadekuatan fungsi endrokin (thyroid dan lain –lain)
i. Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium
a) haemoglobin yang rendah dapat mengarah kepada anemia akibat kehilangan darah
b) peningkatan leukosit dapat mengindikasikan adanya infeksi
2) Radiology
j. Terapi dan Pengobatan
Pada umumnya klien post appendiktomi mendapat terapi analgetik untuk mengurangi nyeri dan antibiotik sebagai anti mikroba.
2. Diagnosa Keperawatan
“Menurut Nanda, diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon individu, keluarga atau masyarakat terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual dan potensial. Diagnosa keperawatan memberikan dasar pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai hasil yang menjadi tanggung gugat perawat.” ( Marilyn. E. Doengoes, 1999 : 8).
Diagnosa keperawatan yang muncul pada klien post appendiktomi antara lain :
a. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan insisi pembedahan, prosedur invasif.
b. Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan pembatasan pasca operasi, status hipermetabolik : proses penyembuhan
c. Nyeri (akut) berhubungan dengan insisi pembedahan.
d. Intoleran aktivitas berhubungan dengan nyeri post operasi, kelemahan sekunder terhadap pembedahan.
e. Kurang perawatan diri (diuraikan) berhubungan dengan kelemahan post operatif, nyeri.
f. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan insisi pembedahan
g. Risiko perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan intake (pembatasan pasca operasi), peningkatan kebutuhan nutrisi sekunder terhadap pembedahan.
h. Konstipasi berhubungan dengan efek pembedahan, perubahan diet, immobilisasi.
i. Kurang pengetahuan mengenai (diuraikan) berhubungan dengan kurang terpapar informai, tidak mengenal sumber informasi.
3. Rencana Tindakan Keperawatan
Rencana tindakan keperawatan adalah bukti tertulis dari tahap pengkajian dan identifikasi masalah dan merupakan tahapan dalam proses keperawatan yang mengidentifikasi masalah atau kebutuhan klien, tujuan atau hasil dan intervensi serta rasionalisasi dari intervensi untuk mencapai hasil yang diharapkan dalam menangani masalah atau kebutuhan klien. (Marilyn.E. Doengoes, 1999 : 105)
a. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan insisi pembedahan, prosedur invasif
1) Definisi : suatu keadaan dimana individu berisiko terkena agen oportunitis atau patogenis (virus, jamur, bakteri, protozoa atau parasit lain) dari berbagai sumber dari dalam maupun dari dari luar tubuh.
2) Batasan karakteristik ;
a) Data subyektif :
(1) kaji keluhan :
(a) demam terus menerus atau intermiten
(b) infeksi sebelumnya
(c) nyeri atau pembengkakan
b) Data obyektif
1) adanya luka (pembedahan, terbakar, invasif, terluka sendiri)
2) suhu meningkat
(3) status nutrisi
3) Kriteria hasil :
Meningkatkan penyembuhan luka dengan optimal, bebas tanda infeksi atau inflamasi, drainase purulen, eritema dan demam


4) Intervensi
No Intervensi Rasionalisasi


1 2 3

1.




2.




3.


4.



5.


6.




7. Mandiri :
Awasi tanda vital perhatikan menggigil (demam), berkeringat, perubahan mental, meningkatnya nyeri abdomen
Lakukan pencucian tangan yang baik dan perawatan luka secara aseptik. Berikan perawatan luka secara menyeluruh
Lihat insisi dan balutan. Catat kakakteristik luka / drainage, adanya eritema
Berikan informasi yang tepat, jujur pada klien atau orang terdekat
Kolaborasi :
Ambil contoh drainage, jika diperlukan

Berikan antibiotik sesuai indikasi



Bantu irigasi dan drainage jika diperlukan
Dugaan adanya infeksi pada luka operasi




Menurunkan risiko terjadinya infeksi




Memberikan deteksi dini terjadinya proses infeksi, dan/atau pengawasan penyembuhan peritonitis yang telah ada sebelumnya
Pengetahuan tentang kemajuan situasi memberikan dukungan emosi, membantu menurunkan ansietas

Kultur pewarnaan gram dan sensitivitas berguna untuk mengientifikasi organisme penyebab dan pilihan intervensi
Mungkin diberikan secara profilaktik atau menurunkan jumlah organisme (pada infeksi yang telah ada sebelumnya) untuk meurunkan penyebaran dan pertumbuhannya pada rongga abdomen
Dapat diperlukan untuk mengalirkan isi abses terlokalisir


b. Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan pembatasan pasca operasi, status hipermetabolik : proses penyembuhan
1) Definisi : keadaan dimana seseorang mempunyai risiko terjadinya dehidrasi vaskuler, interstitial, intraseluler.
2) Batasan karakteristik

a) Mayor
(1) Ketidakcukupan masukan oral
(2) Tidak adanya keseimbangan antara intake dan output
(3) Membran mukosa atau kulit kering
(4) Berat badan kurang
b) Minor
(1) Peningkatan natrium darah
(2) Penurunan atau peningkatan output urine
(3) Sering berkemih
3) Kriteria hasil
Mempertahankan keseimbangan cairan dibuktikan oleh kelembaban membran mukosa, turgor kulit, tanda vital stabil dan secara individual output urine adekuat.
4) Intervensi
No Intervensi Rasionalisasi


1 2 3

1.

2.


3.


4.


5.



6.



7.





8. Mandiri :
Awasi tekanan darah dan nadi

Lihat membran mukosa ; kaji turgor kulit dan pengisian kapiler
Awasi intake dan output ; catat konsentrasi, berat jenis

Auskultasi bising usus. Catat kelancaran flatus, gerakan usus
Berikan sejumlah kecil cairan jernih bila pemasukan peroral dimulai dan lanjutkan diet sesuai toleransi
Berikan perawatan mulut dengan perhatian khusus pada perlindungan bibir
Kolaborasi :
Pertahankan penghisapan gaster / usus




Berikan cairan IV dan elektrolit
Tanda yang membantu mengidentifikasi fuktuasi volume intravaskuler
Indikator keadekuatan sirkulasi perifer dan hidrasi seluler

Output urine yang pekat fan peningkatan berat jenis diduga dehidrasi atau kebutuhan cairan meningkat
Indikator kembalinya peristaltik, kesiapan untuk pemasukan peroral

Menurunkan iritasi gaster / muntah untuk meminimalkan kehilangan cairan


Dehidrasi menyebabkan bibir dan mulut kering dan bibir pecah- pecah


Selang nasogastrik biasanya dimasukan pada pra operasi dan dipertahankan pada fase awal pasca operasi untuk dekompresi usus, meningkakan dekompresi usus, meningkatkan istirahat usus, mencegah muntah
Peritoneum bereaksi terhadap iritasi atau infeksi dengan menghasilkan sejumlah besar cairan yang dapat menurunkan volume sirkulasi darah, mengakibatkan hipovolamia (dehidrasi) dan dapat terjadi ketidakseimbangan elektrolit

c. Nyeri (akut) berhubungan dengan insisi pembedahan
1) Definisi : keadaan dimana individu berada atau berisiko mengalami dan melaporkan adanya ketidaknyamanan, berakhir dari satu detik sampai kurang dari enam bulan
2) Batasan karakteristik
a) Data Subyektif
Komunikasi (verbal / kode) dari pemberi gambaran nyeri.
b) Data Obyektif
(1) Perilaku melindungi, protektif
(2) Memfokuskan pada diri sendiri
(3) Penyempitan fokus ( perubahan persepsi )
(4) Perilaku distraksi ( merintih, menangis, mencari orang lain untuk aktivitas, gelisah )
(5) Wajah tampak menahan nyeri (meringis)
(6) Perubahan pada tonus otot ( dari malas sampai kaku )
(7) Diphoresis, perubahan tekanan darah dan nadi, peningkatan atau penurunan napas
3) Kriteria hasil
Melaporkan nyeri hilang / terkontrol, tampak rileks mampu tidur/istirahat dengan tepat.
4) Intervensi
No Intervensi Rasionalisasi


1 2 3

1.



2.

3.



4.



5.


6.

7. Mandiri :
Kaji nyeri, catat lokasi, beratnya (skala 0-10). Selidiki dan laporkan adanya perubahan nyeri
Pertahankan istirahat dengan posisi semi fowler
Dorong ambulasi dini



Berikan aktivitas hiburan


Kolaborasi :
Pertahankan status puasa sampai peristaltik kembali normal
Berikan analgesik sesuai indikasi
Berikan kantong es pada abdomen

Berguna dalam pengawasan keefektifan obat, kemajuan penyembuhan. Perubahan pada karakteristik nyeri menunjukkan terjadinya perkembangan infeksi pada luka
Menghilangkan tegangan abdomen yang meningkat dengan posisi terlentang
Meningkatkan normalisasi fungsi organ, contoh merangsang peristaltik dan kelancaran flatus, menurunkan ketidaknyamanan abdomen
Fokus perhatian kembali, meningkatkan relaksasi dan dapat meningkatkan kemampuan koping

Menurunkan ketidaknyamanan pada peristaltik usus dini dan iritasi gaster/muntah

Menghilangkan nyeri, mempermudah kerjasama dengan intervensi lain
Menghilangkan dan mengurangi nyeri melalui penghilangan rasa ujung saraf. Catatan : jangan lakukan kompres panas karena dapat menyebabkan kongesti jaringan



d. Intoleran aktivitas berhubungan dengan nyeri post operasi, kelemahan sekunder terhadap pembedahan
1) Definisi : penurunan kapasitas fisioligis seseorang untuk memperthankan aktivitas sampai ke tingkat yang diinginkan
2) Batasan karakteristik
a) Mayor
(1) Perubahan respon fisiologis terhadap aktivitas ; pernapasan ( dyspneu, hyperpnea, penurunan frekuensi )
(2) Nadi ( lemah, menurun atau meningkat berlebihan, perubahan irama, gagal untuk kembali ke tingkat aktivitas setelah tiga menit )
(3) Tekanan darah ( gagal meningkat dengan aktivitas, diastolik meningkat lebih dari 15 mmHg )
b) Minor
Kelemahan, kelelahan, pucat / sianosis, kacau mental, vertigo
3) Kriteria hasil
Klien akan meningkatkan toleransi terhadap aktivitas, dengan tanda : klien mampu beraktivitas secara progresif dan kemampuan melakukan aktivitas.



4) Intervensi
No Intervensi Rasionalisasi


1 2 3

1.


2.




3.

4.


5.

6.





7.





8.

9.
Mandiri :
Dorong kemajuan tingkat aktivitas klien setiap pergantian shift
Tingkatkan aktivitas perawatan diri klien dari perawatan diri parsial sampai lengkap sesuai indikasi

Kaji kemampuan klien untuk melakukan akti vitas
Awasi tanda vital selama aktivitas

Kaji dan beri motivasi klien untuk beraktivitas
Beri penjelasan pentingnya mobilisasi




Anjurkan dan bantu untuk mobilisasi dini, tingkatkan aktivitas secara bertahap, misal : bantu klien untuk posisi miring kanan/kiri, duduk, berdiri dan berjalan
Ubah posisi klien secara bertahap
Anjurkan klien untuk menghentikan aktivitas bila terdapat palpitasi, kelemahan dan nyeri hebat


Peningkatan aktivitas secara bertahap memungkinkan sistem kardiopumonal untuk kembali paa keadaan normalnya
Partisipasi klien dalam perawatan diri memperbaiki fungsi fisiologisnya dan mengurangi kelelahan akibat ketidakaktifan dan juga memperbaiki harga diri dan kesejahteraannya
Mempengaruhi dalam pengambilan intervensi
Manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa sejumlah oksigen yang adekuat ke jaringan
Patokan dalam pilihan intervensi

Meningkatkan pemahaman klien, agar mampu beraktivitas sesuai rentang yang da mobilitasi dini dan peningkatan aktivitas secara bertahap dapat memperbaiki toleransi aktivitas, memperbaiki tonus otot dan tanpa kelemahan
Membantu klien beraktivitas sesuai rentang yang dapat ditoleransi




Memfasilitasi aktivitas sesuai kemampuan

Regangan secara tiba-tiba dapat menimbulkan perubahan fisiologis yang tidak dapat ditoleransi
dapat ditoleransi
e. Kurang perawatan diri (diuraikan) berhubungan dengan kelemahan post operatif, nyeri
1) Definisi : keadaan dimana individu mengalami gangguan untuk melakukan sebagian atau seluruh aktivitas perawatan diri untuk diri sendiri
2) Batasan karakteristik
a) Mayor
(1) Tidak mampu makan sendiri
(2) Tidak mampu mandi sendiri ( termasuk menggosok gigi, menggunting kuku, mengikat rambut dan memakai kosmetik )
(3) Tidak mampu memakai baju sendiri
(4) Tidak mampu melakukan toileting sendiri
(5) Tidak mampu memakai peralatan sendiri
3) Kriteria hasil
Klien akan melakukan aktivitas perawatan diri sampai batas kemampuan fisiknya
4) Intervensi
No Intervensi Rasionalisasi


1 2 3

1.


2.



3.



4.

Mandiri :
Berikan perawatan fisik sesuai kebutuhan

Bantu klien menyimpan barang –barang pribadinya dalam jangkauan

Instruksikan klien untuk melakukan latihan kaki yang diprogramkan delapan sampai sepuluh kali dalam sejam
Yakinkan klien bahwa meski meski perawat hanya meluangkan waktu singkat di ruangan, seseorang akan segera datang jika dibutuhkan

Perawatan dasar penting untuk mempertahankan hygiene yang baik saat klien tidak dapat melakukannya sendiri
Akses mudah mengurangi kebutuhan untuk bergerak


Gerakan otot pasif atau aktif membantu mempertahankan integritas kulit, range of motion penuh pada sendi dan sirkulasi adekuat selama periode penurunan mobilitas
Penenangan dapat menurunkan rasa takut akan tidak adanya staf dan dapat menghilangkan perasaan terisolasi

f. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan insisi pembedahan
1) Definisi : keadaan dimana seseorang mengalami atau berada pada kondisi rusaknya jaringan integumen.
2) Batasan karakteristik
a) Mayor
Kerusakan pada integumen, invasi struktur tubuh
b) Minor
Lesi, edema, eritema
3) Kriteria hasil
Mendemonstrasikan tinglah laku atau teknik untuk meningkatkan kesembuhan dan unutk mencegah komplikasi.
4) Intervensi
No Intervensi Rasionalisasi


1 2 3

1.



2.



3.





4.



5.




6.



7.

8.





9.



10.


11. Mandiri :
Beri penguatan pada balutan awal atau penggantian sesuai indikasi. Gunakan teknik aseptik yang ketat
Secara hati –hati lepaskan perekat ( sesuai arah pertumbuhan rambut ) dan balutan waktu diganti
Gunakan barier kulit sebelum perekat jika diperlukan. Gunakan perekat yang halus (hipoalergik) untuk membalut luka yang membutuhkan penggantian yang sering
Periksa luka secara teratur, catat karakteristik dan integritas kulit

Kaji jumlah dan karakteristik cairan luka



Tekan areal atau insisi abdominal dan dada dengan menggunakan bantal atau telapak tangan selama batuk
Ingatkan klien untuk tidak menyentuh area luka
Biarkan terjadi kontak antara udara dan luka sedini mungkin atau tutup luka dengan kain kassa tipis sesuai kebutuhan.

Kolaborasi :
Berikan es pada daerah luka jika dibutuhkan


Gunakan korset pada abdominal jika dibutuhkan

Beri anti biotik sesuai indikasi
Melindungi luka dari perlukaan mekanis dan kontaminasi. Mencegah akumulasi cairan yang dapat menyebabkan ekskoriasi

Mengurangi risiko trauma pada kulit dan gangguan pada luka


Menurunkan risiko terjadinya trauma pada kulit dan memberikan perlindungan tambahan untuk kulit atau jaringan yang halus


Pengenalan akan adanya kegagalan proses penyembuhan luka / berkembangnya komplikasi secara dini dapat mencegah terjadinya kondisi yang lebih serius
Menurunnya cairan menandakan adanya evolusi dari proses penyembuhan luka, apabila penurunan cairan terus –menerus adanya eksudat yang bau menunjukkan terjadinya komplikasi
Menetralisasi tekanan pada luka, meminimalkan terjadinya ruptura


Mencegah kontaminasi luka

Membantu mengeringkan luka dan memfasilitasi proses penyembuhan luka. Pemberian cahaya mungkin diperlukan untuk mencegah iritasi bila tepi luka bergesekan dengan pakaian

Menurunkan pembentukan edema yang mungkin menyebabkan tekanan yang tidak dapat diidentifikasi pada luka selama periode pasca operasi tertentu
Memberi pengencangan tambahan pada insisi yang berisiko tinggi ( misal pada klien yang obesitas
Mungkin diberikan secara profilaktik atau menurunkan jumlah organisme (pada infeksi yang telah ada sebelumnya) untuk meurunkan penyebaran dan pertumbuhannya pada rongga abdomen dan membantu penyembuhan luka


g. Risiko perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan intake (pembatasan pasca operasi), peningkatan kebutuhan nutrisi sekunder terhadap pembedahan
1) Definisi : suatu kondisi dimana individu berada atau mengalami risiko penurunan berat badan karena ketidakadekuatan masukan oral maupun peningkatan kebutuhan metabolisme


2) Batasan karakteristik
a) Mayor
Seseorang yang dilaporkan mengalami ketidakcukupan masukan oral atau mengalami penurunan berat badan
b) Minor
(1) Berat badan menurun 10-20% dibawah normal dan tinggi serta kerangka tubuh tidak ideal
(2) Lipatan kulit trisep, lingkar lengan atas dan lingkar otot pertengahan lengan kurang dari 60% normal
(3) Kelemahan dan nyeri otot
(4) Mudah tersinggung dan bingung
(5) Penurunan albumin serum
(6) Penurunan transferin / kapasitas pengikat zat besi
3) Kriteria hasil
Klien menunjukkan kebutuhan nutrisi yang adekuat, seimbang antara intake dan output.
4) Intervensi
No Intervensi Rasionalisasi


1 2 3

1.




2.





3.

4.



5.

6.


7. Mandiri :
Jelaskan pentingnya masukan nutrisi harian yang optimal



Pantau status hipermetabolisme ( hiperglikemia, keseimbangan nitrogen negatif, penurunan berat badan, peningkatan frekuensi pernapasan
Ambil tindakan untuk menurunkan nyeri
Evaluasi kemungkinan mual dan muntah


Lakukan tindakan untuk mengurangi mual dan muntah
Pertahankan hygiene oral yang baik

Berikan agen anti mimetik sebelum makan bila diindikasikan
Penyembuhan luka memerlukan masukan cukup protein, karbohidrat, vitamin dan mineral untuk pembentukan fibroblas dan jaringan granulasi serta pembentukan kolagen
Hipermetabolisme diperkirakan tiga sampai empat kali pada hari pertama pasca operasi. Nutrisi adekuat akan mengembalikan fungsi metabolik yang normal


Nyeri menyebabkan keletihan dan mual yang dapat menurunkan nafsu makan
Pengertian klien tentang sumber dan kenormalan mual dan muntah mengurangi ansietas yang dapat membantu mengurangi gejala
Memberikan perbaikan masukan oral saat tidak mual dan muntah
Mulut yang bersih dan segar dapat merangsang nafsu makan dan mengurangi mual
Antimimetik mencegah mual dan muntah


h. Konstipasi berhubungan dengan efek pembedahan, perubahan diet, immobilisasi
1) Definisi : suatu keadaan dimana individu mengalami atau berisiko tinggi mengalami statis usus besar sehingga menimbulkan eliminasi yang jarang dan keras.
2) Batasan karakteristik
a) Mayor
(1) Bentuk feses keras
(2) Defekasi kurang dari tiga kali dalam seminggu
b) Minor
(1) Penurunan bising usus
(2) Keluhan rektal penuh
(3) Keluhan tekanan pada rektum
(4) Mengejan dan nyeri waktu defekasi
(5) Perasaan pengosongan tidak adekuat
3) Kriteria hasil
Klien menunjukkan fungsi defekasi yang adekuat.
4) Intervensi
No Intervensi Rasionalisasi


1 2 3

1.


2.


3.




4.
Mandiri :
Kaji bising usus untuk menentukan kapan memberikan cairan
Jelaskan efek aktivitas harian pada eliminasi. Bantu ambulasi sesuai kebutuhan
Tingkatkan faktor –faktor yang membantu eliminasi yang optimal ( diet seimbang, masukan cairan yang adekuat, stimulasi lingkungan rumah )
Beri tahu dokter bila bising usus tidak terdengar dalam dalam enam sampai sepuluh jam pasca operasi atau bila tidak terjadi elminasi dalam dua sampai tiga hari pasca operasi

Adanya bising usus menunjukkan kembalinya peristaltik

Aktivitas mempengaruhi eliminasi usus dengan memperbaiki tonus otot abdomen dan merangsang nafsu makan serta peristaltik
Diet seimbang tinggi serat merangsang peristaltik. Masukan cairan yang adekuat diperlukan untuk mempertahankan pola defekasi dan meningkatkan konsistensi feses

Tidak adanya bising usus dapat menandakan paralitik ileus, tidak adanya defekasi dapat menandakan obstruksi


i. Kurang pengetahuan ( diuraikan ) berhubungan dengan kurang terpapar informasi, tidak mengenal sumber informasi
1) Definisi : suatu kondisi dimana individu atau kelompok mengalami kekurangan pengetahuan kognitif / keterampilan psikomotor mengenai suatu keadaan dan rencana tindakan keperawatan
2) Batasan karakteristik
a) Mayor
(1) Menyatakan kurang pengetahuan / keterampilan / meminta informasi
(2) Mengekspresikan persepsi yang tidak akurat terhadap kondisi kesehatannya
(3) Menampilkan secara tidak tepat perilaku sehat yang diinginkan atau sudah ditentukan
b) Minor
(1) Kurang integrasi rencana tindakan ke dalam kegiatan sehari hari
(2) Menunjukkan ekspresi gangguan psikomotor, misal cemas dan depresi
3) Kriteria hasil
Menyatakan pemahaman proses penyakit dan perawatan yang dianjurkan serta berpartisipasi dalam program pengobatan.
4) Intervensi
No Intervensi Rasionalisasi


1 2 3

1.

2.








3.



4.
Mandiri :
Kaji ulang pembatasan aktivitas pasca operasi
Diskusikan fase pemulihan setelah operasi ( hal yang harus dan tidak boleh dilakukan setelah operasi, mengenai mobilitas dini, olahraga, mengangkat beban berat, penggunaan pakaian diskusikan cara perawatan insisi )
Diskusikan cara perawatan insisi


Diskusikan gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh : peningkatan nyeri, edema luka, kemerahan dan demam)

Memberikan informasi untuk intervensi yang sesuai
Pemahaman tentang tindakan yang harus dan tidak boleh dilakukan dapat meningkatkan proses penyembuhan







Pemahaman meningkatkan kerjasama dengan program terapi, meningkatkan penyembuhan dan proses perbaikan
Upaya intervensi menurunkan risiko komplikasi serius, contoh lambatnya penyembuhan


4. Implementasi
“Implementasi adalah tahap keempat dalam proses keperawatan dimana rencana keperawatan dilaksanakan (melaksanakan intervensi yang telah ditentukan sebelumnya)” (Marilyn.E.Doengoes , 1999: 105).
5. Evaluasi
“Evaluasi merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan dimana merupakan proses yang kontinyu yang penting untuk menjamin kualitas dan ketepatan perawatan yang dilakukan dengan meninjau respon klien untuk menentukan keefektifan rencana perawatan dalam memenuhi kebutuhan klien” (Marilyn.E.Doengoes 1999: 105).

1 komentar:

Unknown mengatakan...

nice share

Posting Komentar